Ø PROSES ELIMINASI SISA
PENCERNAAN
A.
Pengertian Eliminasi
Menurut kamus bahasa
Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan,penyingkiran,
penyisihan.Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangansisa
metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).Eliminasi pada
manusiadigolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
1.
Defekasi
Buang air besar atau
defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidupuntuk membuang kotoran
atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasaldari sistem pencernaan
(Dianawuri, 2009).
2.
Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Miksi ini sering disebut buang air kecil.
B.
Fisiologi dalam Eliminasi
1. Fisiologi Defekasi
Rektum
biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyaikebiasaan
teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktuyang sama
setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanyabekerja
sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelahpencernaan
dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon,dan sisa
makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulaibergerak.
Isi kolon pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadidi
dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan
intra-abdominalbertambah dengan penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan
otot abdominal,sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir (Pearce, 2002).
2. Fisiologi Miksi
Sistem tubuh
yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,ureter,
kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu
:Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkatdiatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu
timbul reflekssaraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkankandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan
kesadaran akankeinginan untuk berkemih.
C.
Faktor yang mempengaruhi eliminasi
1.
UMUR
Umur tidak hanya
mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya.Anak-anak tidak
mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskularberkembang, biasanya
antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalamiperubahan pengalaman yang
dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Diantaranya adalah atony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot poloscolon yang dapat
berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan
menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkantekanan selama proses
pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol
terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
2.
DIET
Makanan adalah faktor
utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnyaselulosa, serat pada makanan,
penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang
sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan iniberdampak pada gangguan
pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairanfeses. Makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapatmengganggu keteraturan
pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang samasetiap hari mempunyai
suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukanmakanan dan keteraturan
pola aktivitas peristaltik di colon.
3.
CAIRAN
Pemasukan cairan juga
mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairanyang adekuat ataupun
pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan,
tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ialewat di sepanjang
colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal,menghasilkan feses yang
keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairanmemperlambat perjalanan chyme
di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkanreabsorbsi cairan dari chyme.
4.
TONUS OTOT
Tonus perut, otot
pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi.Aktivitasnya juga
merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chymesepanjang colon.
Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekananintraabdominal
selama proses defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-ototyang lemah
merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise), imobilitas ataugangguan
fungsi syaraf.
5.
FAKTOR PSIKOLOGI
Dapat dilihat bahwa
stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentutermasuk diare
kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponenpsikologi.
Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapatmeningkatkan
aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagndepresi bisa
memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
6.
GAYA HIDUP
Gaya hidup
mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelathan buang airbesar pada
waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur,seperti
setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi
yangireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan
kebutuhanakan privacy juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang
berbagi saturuangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak
inginmenggunakan bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya.
7.
OBAT-OBATAN
Beberapa
obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasiyang
normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar
daritranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan
codein,menyebabkan konstipasi.Beberapa obat secara langsung mempengaruhi
eliminasi.Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasifeses.
Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatantertentu
seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas
peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.
Ø PROSES ELIMINASI SISA
METABOLISME
URINE (AIR KEMIH)
1.
Sifat-sifat air kemih
·
Jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari
masuknya (intake) cairan serta faktor lainnya.
·
Warna bening muda dan bila dibiarkan akan menjadi
keruh.
·
Warna kuning terantung dari kepekatan, diet obat –
obatan dan sebagainya.
·
Bau khas air kemih bila dibiarkan terlalu lama maka
akan berbau amoniak.
·
Berat jenis 1.015 – 1.020.
·
Reaksi asam bila terlalu lama akan menjadi alkalis,
tergantung pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi
reaksi asam).
2.
Komposisi air kemih
·
Air kemih terdiri dari kira – kira 95 % air
·
Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein
asam urea, amoniak dan kreatinin.
·
Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat
dan sulfat.
·
Pigmen (bilirubin, urobilin).
·
Toksin.
·
Hormon
3.
Meknisme pembentukan urine
Dari sekitar 1200ml darah yang melalui
glomerolus setiap menit terbentuk 120 – 125ml filtrat (cairan yang telah
melewati celah filtrasi). Setiap harinyadapat terbentuk 150 – 180L filtart.
Namun dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya keluar sebagai
kemih, dan sebagian diserap kembali.
4.
Tahap-tahap pembentukan urine
a.
Proses filtrasi.
Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena
permukaan aferent lebih besar dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan
darah, sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari
glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke seluruh
ginjal.
b.
Proses reabsorpsi.
Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas.
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dan
sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan diserap kembali kedalam tubulus bagian
bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikienal dengan reabsorpsi fakultatif
dan sisanya dialirkan pada pupila renalis.
c.
Augmentasi (Pengumpulan).
Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal
sampai tubulus pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion
Na+, Cl-,dan urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya. Dari tubulus
pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di bawa ke ureter. Dari
ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria (kandung kemih) yang merupakan
tempat penyimpanan urine sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine
dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.
d.
Mikturisi.
Peristiwa penggabungan urine yang mengalir melalui ureter
ke dalam kandung kemih., keinginan untuk buang air kecil disebabkan penambahan
tekanan di dalam kandung kemih dimana saebelumnmya telah ada 170 – 23 ml urine.
Mikturisi merupakan gerak reflek yang dapat dikendalikan
dan dapat ditahan oleh pusat – pusat persyarafan yang lebih tinggi dari
manusia, gerakannya oleh kontraksi otot abdominal yang menekan kandung kemih
membantu mengosongkannya.
ü Ciri – ciri Urine Normal :
Rata – rata
dalam satu hari 1 – 2 liter, tapi berbeda – beda sesuai dengan jumlah cairan
yang masuk. Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, baunya tajam, reaksinya
sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata – rata 6.
Ø HORMON-HORMON YANG TERLIBAT PADA PROSES ELMINASI.
1.
ADH (Anti Deuretik Hormon)
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan
reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh.
Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang
mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel
(Frandson,2003 )
Pengaturan produksi ADH: bila cairan
ekstraseluler menjadi terlalu pekat, maka cairan ditarik dengan proses osmosis
keluar dari sel osmoreseptor sehingga mengurangi ukuran sel dan menimbulkan
sinyal saraf dalam hipotalamus untuk menyekresi ADH tambahan. Sebaliknya
bila cairan ekstraseluler terlalu encer, air bergerak melalui osmosis dengan
arah berlawanan masuk ke dalam sel. Keadaan ini akan menurunkan sinyal
saraf unutk menurunkan sekresi ADH.
2.
Mineralcorticoids
Mineralcorticoids adalah hormon steroid
glomerulosa zona disekresikan oleh korteks adrenal. Mereka mengatur
elektrolit dan keseimbangan air dalam tubuh misalnya keringat,
urin, empedu dan air liur.
a.
Aldosteron
Aldosteron adalah hormon steroid dari
golongan mineralkortikoid yang disekresi dari bagian terluar zona glomerulosa
pada bagian korteks kelenjar adrenal, yang berpengaruh terhadap tubulus distal
dan collecting ducts dari ginjal sehingga terjadi peningkatan penyerapan
kembali partikel air, ion, garam oleh ginjal dan sekresi potasium pada saat
yang bersamaan. Hal ini menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah.
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium
yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses
pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium,
natrium, dan sistem angiotensin rennin
95% dari kegiatan mineralokortikoid ada di
rekening hormon ini. Sekresi aldosteron dirangsang oleh peningkatan K+
atau jatuh dalam Na+ konsentrasi dan volume darah. Aldosteron
mengurangi Na+ (dan Cl-) eliminasi dengan membantu dalam
reabsorpsi aktif dari nephric filtrat dengan bertindak lebih dari tubulus
distal dan tubulus convulated mengumpulkan. Ini mempromosikan K+
eliminasi dan mengurangi kehilangan air.
Jadi Aldosteron adalah hormon yang dihasilkan
dan dilepaskan oleh kelenjar adrenal, memberikan sinyal kepada ginjal untuk
membuang lebih sedikit natrium dan lebih banyak kalium. Pembentukan
aldosteron sebagian diatur oleh kortikotropin pada hipofisa dan sebagian lagi
oleh mekanisme kontrol pada ginjal (sistem renin-angiotensin-aldosteron).
3.
Hormon ovarium (estrogen
dan progesteron)
Disekresi oleh ovarium akibat respons
terhadap dua hormon dari kelenjar hipofisis.
a.
Estrogen
Alami yang menonjol adalah estroidal
(estrogen kuat), ovarium hanya membuat estrodiol merupakan produk degradasi
(perubahan senyawa) steroid-steroid pada wanita yang tidak hamil, selama
kehamilan diproduksi oleh plasenta. Estrogen beredar terikat pada protein
plasma dan proses peningkatannya terjadi dalam hati yang melaksanakan peran
ganda dalam metabolisme estrogen.
Urine wanita hamil benyak mengandung estrogen
yang dihasilkan oleh plasenta. Mekanisme aksi estrogen mengatur ekspresi
gen tertentu dalam sel yang bekerja sebagai sasaran
b.
Progesteron
metabolism progesterone yang utama di dalam
urine ialah pregnanediol (tidak aktif) dan pregnanetriol (perubahan korteks
adrenal). Senyawa ini dibuang sebagai glucuronic (senyawa glikosid).
4.
Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada
pada jaringan yang berfungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah,
kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam
lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal.
5.
Glukokortikoidtid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan
reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga
terjadi retensi natrium.
Kelenjar Adrenal/Suprarenal/Anak Ginjal.
Kelenjar ini berbentuk bola yang menempel pada bagian atas ginjal. Di setiap
ginjal terdapat satu kelenjar suprarenal yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
bagian luar(korteks)dan bagian dalam (medula).
Salah satu hormon yang dihasilkan yaitu
hormon adrenalin yang berfungsi mengubah glikogen menjadi glukosa. Hormon
adrenalin bekerja berlawanan dengan hormon insulin. Walaupun bekerja berlawanan
tapi tujuannya sama, yaitu untuk mengatur kadar gula dalam darah tetap stabil.
Ø TANDA DAN GEJALA GANGGUAN ELIMINASI SISA METABOLISME DAN
PENCERNAAN.
Gangguan Proses
Eliminasi
a. Gangguan eliminasi
urine
Klien yang memiliki
masalah perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam aktivitas
berkemihnya. Gangguan ini diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandungan kemih,
adanya obstruksi pada aliran urine yang mengalir keluar, atau ketidakmampuan
mengontrol berkemih secara volunter. Beberapa klien dapat mengalami perubahan
sementara atau permanen dalam jalur normal ekskresi urine. Klien yang menjalani
diversi urine memiliki masalah khusus karena urine keluar melalui sebuah stoma
(Potter&Perry, 2005:1686).
Tabel 2. Gejala Umum
pada Perubahan Perkemihan
Gejala
|
Deskripsi
|
Penyebab atau Faktor Terkait
|
Urgensi
|
Merasakan
kebutuhan untuk segera berkemih
|
Penuhnya
kandung kemih, iritasi atau radang kandung kemih akibat infeksi, sphincter
uretra tidak kompeten, stres psikologis.
|
Disuria
|
Merasa
nyeri atau sulit berkemih
|
Peradangan
kandung kemih, trauma atau inflamasi sphincter uretra
|
Frekuensi meningkat
|
Berkemih
dengan sering
|
Peningkatan
asupan cairan, radang pada kandung kemih, peningkatan tekanan pada kandung
kemih (kehamilan, stres psikologis)
|
Keraguan berkemih
|
Sulit
memulai berkemih
|
Pembesaran
prostat, ansietas, edema uretra
|
Poliuria
|
Mengeluarkan
sejumlah besar urine
|
Asupan
cairan berlebihan, diabetes melitus atau insipidus, penggunaan diuretik,
diuresis pascaobstruktif
|
Oliguria
|
Pengeluaran
urine menurun dibandingkan cairan yang masuk (biasanya kurang dari 400 ml
dalam 24 jam)
|
Dehidrasi,
gagal ginjal, ISK, peningkatan sekresi ADH, gagal jantung kongestif
|
Nokturia
|
Berkemih
berlebihan atau sering pada malam hari
|
Asupan
cairan berlebihan sebelum tidur (terutama kopi atau alkohol), penyakit
ginjal, proses penuaan
|
Dribling (urine yang menetes)
|
Kebocoran/rembesan
urine walaupun ada kontrol terhadap pengeluaran urine
|
Stres
inkontinensia, overflow akibat retensi urine
|
Hematuria
|
Terdapat
dalah dalam urine
|
Neoplasma
pada ginjal atau kandung kemih, penyakit glomerulus, infeksi pada ginjal atau
kandung kemih, trauma pada struktur perkemihan, diskrasia darah
|
Retensi Urine
|
Akumulasi
urine di dalam kandung kemih disertai ketidakmampuan kandung kemih untuk benar
mengosongkan diri
|
Obstruksi
uretra, inflamasi pada kandung kemih, penurunan aktivitas sensorik, kandung
kemih neurogenik, pembesaran prostat, setelah tindakan anestesi, efek samping
obat-obatan
|
Residu Urine
|
Volume
urine tersisa setelah berkemih (volume 100 ml atau lebih)
|
Inflamasi
atau iritasi mukosa kandung kemih akibat infeksi, kandung kemih neurogenik,
pembesaran prostat, trauma atau inflamasi uretra
|
b. Gangguan
eliminasi sisa pencernaan
Gangguan pada
eliminasi sampah digestif atau sisa pencernaan menurut Potter & Perry
(2005:1746), sebagai berikut:
a)
Konstipasi
Konstipasi merupakan
gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang
diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya
mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi.
Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada
dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorbsi. Sejumlah
kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melunasi feses. Pengeluaran feses
yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum.
b)
Impaksi
Impaksi feses
merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi. Impaksi adalah kumpulan
feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang tidak dapat diluarkan.
Pada kasus impaksi berat, massa dapay lebih jauh masuk ke dalam sigmoid. Klien
menderita kelemahan, kebingungan, atau tidak sadar adalah klien yang paling
beresiko mengalami impaksi.
Tanda impaksi yang
jelas ialah ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari
walaupun terdapat keinginan berulang untuk melakukan defekasi.
c)
Diare
Diare adalah
peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair dan tidak
berbentuk. Diare adalah gejala gangguan yang memengaruhi proses pencernaan,
absorpsi, dan sekresi di dalam saluran GI. Isi usus terlalu cepat keluar
melalui usus halus dan kolon sehingga absorbsi cairan yang biasa tidak dapat
berlangsung. Iritasi di salam kolon dapat menyebabkan peningkatan sekresi
lendir. Akibatnya, feses menjadi lebih encer sehingga klien menjadi tidak mampu
mengontrol keinginan untuk defekasi.
d)
Inkontinensia
Inkontinensia feses
adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus. Kondisi
fisik yang merupakan fungsi atau kontrol sphincter anus dapat menyebabkan
inkontinensia. Kondisi yang membuat seringnya defekasi, feses encer, volumenya
banyak, dan feses mengandung air juga mempredisposisi individu untuk mengalami
inkontinensia.
e)
Flatulen
Flutulen adalah
penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri, dan kram. Dalam kondisi
normal, gas dalam usus keluar melalui mulut (bersendawa) atau melalui anus
(pengeluaran flatus). Namun, jika ada penurunan motilitas usus akibat
penggunaan opiat, agens anestesi umum, bedah abdomen, atau imobilisasi,
flatulen dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan distensi abdomen dan
menimbulkan nyeri yang terasa sangat menusuk.
f)
Hemoroid
Hemoroid adalah
vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rektum. Ada dua jenis
hemoroid, yakni hemoroid internal atau hemoroid eksternal. Hemoroid eksternal
terlihat jelas ebagai penonjolan kulit, apabila lapisan vena mengeras, akan
terjadi perubahan warna menjadi keunguan. Hemoroid internal memiliki membran
mukosa di lapisan luarnya. Peningkatan tekanan vena akibat mengedn saat
defekasi, selama masa kehamilan, pada gagal jantung kongestif, dan penyakit
hati kronik dapat menyebabkan hemoroid.
Ø PROSES KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI.
A. Faktor
yang Memengaruhi Eliminasi
Ada beberapa faktor
yang memengaruhi eliminasi metabolisme dan sisa pencernaan, yaitu:
1. Usia
Usia berpengaruh pada
kontrol eliminasi individu. Anak-anak masih belum mampu mengontrol buang air
besar dan buang air kecil karena siste, neuromuskulernya belum berkembang
dengan baik. Pada lansia proses eliminasi juga berubah karena terjadi
penurunan tonus otot.
2. Diet
Makanan merupakan
faktor utama yang berpengaruh pada eliminasi fekal dan urine. Makan yang
teratur sangat berpengaruh pada keteraturan defekasi. Selain itu, terjadinya
malnutrisi menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi yang
menyerang organ perkemihan maupun organ pencernaan.
3. Cairan
Intake cairan
berpengaruh pada eliminasi fekal dan urine. Apabila intake cairan kurang
dan output cairan berlebihan, maka tubuh menyerap air lebih banyak dari usus
besar sehingga feses menjadi keras dan sulit keluar. Sementara itu, pada
eliminasi urine, urine menjadi berkurang dan lebih pekat.
4. Latihan
Fisik
Latihan fisik
membantu seseorang untuk mempertahankan tonus otot. Hal ini sangat penting bagi
defekasi (pembuangan feses) dan miksi (pembuangan urine). Latihan fisik
juga merangsang terhadap timbulnya paristaltik.
5. Stres
Psikologis
Ketika seseorang
sedang mengalami ketakutan atau kecemasan, terkadang ia mengalami diare atau
beser. Namun, ada juga yang mengalami susah buang air besar.
6. Temperatur
Jika temperatur tubuh
tinggi, maka terjadi penguapan cairan tubuh. Hal itu menyebabkan
kekurangan cairan, sehingga terjadi konstipasi dan pengeluaran urine yang
sedikit.
7. Nyeri
Nyeri berpengaruh
terhadap pola eliminasi. Seseorang yang berada dalam keadaan nyeri sulit
untuk makan, diet yang seimbang, maupun untuk melakukan latihan fisik.
8. Obat-obatan
Beberapa obat
memiliki efek samping yang berpengaruh terhadap eliminasi. Ada obat yang
menyebabkan diare, konstipasi maupun inkontinensia (Asmadi,2008:97-98).
B. Pengkajian
Kebutuhan Eliminasi
1. Aspek
biologis
· Usia
· Aktivitas
fisik
· Riwayat
kesehatan dan diet
· Penggunaan
obat-obatan
· Pemeriksaan
fisik : Eliminasi urine dan eliminasi fekal
· Pemeriksaan
laboratorium : pemeriksaan urine (warna, kejernihan, bau dan pH) dan
pemeriksaan feses.
2. Aspek
Psikologis
Stres emosional dapat
menimbulkan gangguan pada eliminasi. Stres dapat menyebabkan seseorang
terdorong untuk terus berkemih, sehingga frekuensi berkemih meningkat. Selain
itu, kecemasan yang dialami seseorang dapat membuat individu tidak mampu
berkemih sampai tuntas. Pengaruh ansietas pada eliminasi fekal dapat
meningkatkan peristaltik sehingga timbul diare (Asmadi, 2008:100).
3. Aspek
Sosiokultural
Menurut Asmadi
(2008:100), adat istiadat terkait dengan eliminasi perlu dikaji, seperti posisi
berkemih bagi sebagian kultur mesti dilakukan dengan posisi berjongkok, adapula
dengan berdiri. Begitu pula dengan eliminasi fekal, ada yng buang air besar di
WC, kali, kebun dan lain-lain. Nilai-nilai masyarakat pun perlu dikaji
yang terkait dengan eliminasi.
4. Aspek
Spiritual
Keyakinan individu
terkait dengan eliminasi perlu dikaji, seperti urine dan feses diyakini sebagai
sesuatu yang najis sehingga perlu dibersihkan dengan air. Ada pula individu
yang cukup membersihkannya dengan tisu. Keyakinan ini juga berhubungan dengan
praktek kultural setempat.
C. Metode
Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi
Eliminasi merupakan
proses pembuangan sampah atau kotoran yang terdapat di dalam tubuh. Kotoran ini
bersifat toksin, jika tidak segera dibuang makan dapat meracuni fubuh dan
akhirnya menyebabkan kematian.Namun, tidak selamanya eliminasi berjalan
dengan lancar, terkadang mengalami hambatan baik pada eliminasi fekal maupun
urine. Gangguan atau hambatan tersebut bila tidak segera ditanggulangi dapat
mengganggu keseimbangan tubuh.
Perawat sebagai
tenaga kesehatan yang profesional harus mampu mengidentifikasi gangguan yang
terjadi pada eliminasi serta dapat menanggulanginya. Oleh karena itu, perawat
harus mampu melakukan beberapa tindakan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan
eliminasi. Seperti yang dinyatakan Asmadi (2008:101), tindakan tersebut antara
lain:
a. Membantu
pengeluaran feses secara manual
b. Penggunaan
pispot atau urinal
c. Kateterisasi
(pemasangan selang kateter)
d. Irigasi
kandung kemih
e. Bladder
training (latihan otot-otot vesika urinaria)
f. Melakukan
huknah (enema) (memasukkan cairan pencahar ke rektum dan kolon